Kamis, 24 Maret 2011

Belajar Memerintah

Do you want to share?

Do you like this story?

Tidak ada seorangpun lahir dalam Kerajaan Allah yang langsung dewasa. Semuanya dimulai dari benih, dan melalui proses pertumbuhan hingga menjadi dewasa. Sama seperti seorang pangeran lahir untuk berkuasa, namun ia harus dilatih untuk bisa memerintah. Tuhan telah menaruh benih kebenaran dalam hidup kita, sebagai bagian dari umat Kerajaan-Nya, dan melalui kesetiaan dan ketaatan, kita akan bertumbuh menjadi umat yang dewasa.

Alkitab penuh dengan kisah tentang pria dan wanita yang dilahirkan untuk berkuasa,  namun mereka perlu dilatih untuk memerintah. Mari kita belajar dari kehidupan Adam, Yusuf dan Yesus.

Adam:
Ia diciptakan oleh tangan Tuhan sendiri untuk berkuasa. Segala sesuatu dalam dirinya telah dirancang untuk menaklukan, berkuasa dan memerintah. Ia secara rohani, jasmani, emosional dan relasional dibentuk untuk mengatur bumi untuk memuliakan Tuhan. Adam diciptakan segambar dan serupa dengan Allah dan dipenuhi oleh hidup Allah. Ia sempurna dan tidak memiliki cacat genetik, otaknya tidak dicemari oleh pikiran negative dan identitasnya begitu jelas. Adam adalah seorang yang diciptakan dalam gambaran Allah dan memiliki tanggung jawab dan kehormatan untuk merefleksikan Allah kepada dunia.

Namun meskipun Adam diciptakan untuk berkuasa, meskipun ia memiliki kemampuan yang hampir tanpa batas, ia masih harus dilatih untuk memerintah. Tuhan berkata kepada Adam bahwa ia bebas makan semua buah dari setiap pohon di Taman Eden, kecuali pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Hal itu adalah pelatihan untuk memerintah dan didalamnya tercakup sebuah karakter dimana Adam gagal mempelajarinya – ketaatan.

Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. Kejadian 3:6

Yusuf:
Yusuf dilahirkan dalam kehormatan, kuasa dan wibawa. Yusuf tahu bahwa ia adalah karunia Allah bagi dunia. Ia telah mendengar kisah-kisah tentang ibunya yang berdoa syafaat agar melahirkan seorang anak. Ayahnya bangga menyatakan dirinya sebagai anak yang paling dikasihi sehingga saudara-saudaranya harus menghargai dan menghormatinya. Bukan saja ia mendapat perhatian khusus dari ayahnya, ia pun memiliki janji Ilahi akan kebesaran melalui mimpi yang diberikan Allah. Ia ditentukan untuk berkuasa dan memerintah atas banyak orang, termasuk keluarganya.

Namun demikian, sama halnya dengan remaja manapun yang berpikir bahwa ia tahu semuanya, perspektif Yusuf dibatasi oleh pandangannya yang sempit. Gagasan Yusuf bagaimana janji Allah itu digenapi jauh lebih kecil dari rencana Allah. Yusuf berpikir tentang berkuasa atas keluarganya – Allah berpikir tentang bagaimana menyelamatkan suatu bangsa dari kepunahan. Akhirnya Tuhan menempatkan Yusuf dalam sebuah pelatihan.

Bagusnya, Yusuf menyerahkan hidupnya sepenuhnya ke tangan Tuhan. Ia dibuang ke sumur, jadi budak, difitnah istri Potifar, dipenjara, dilupakan dan akhirnya sampai di depan Firaun. Dalam proses itu, Yusuf kehilangan kesombongannya dan cara pandangnya yang sempit. Ia mengerti bahwa Tuhan merancang semua yang terlihat buruk dalam hidupnya untuk sebuah kebaikan. Hal itu mengantarkan Yusuf kepada sebuah posisi dan dengan efektif dipakai oleh Tuhan.

Yesus:
Kita mungkin berpikir Yesus tidak butuh pelatihan. Tapi  sebagai manusia Yesus tidak jauh berbeda dari kita. Yesus dilahirkan untuk berkuasa, dan Ia masih harus dilatih untuk memerintah.

Bayangkan betapa hal itu sulit bagi Yesus. Ia dilahirkan di dunia yang Ia ciptakan melalui firman-Nya dan kemudian dipaksa oleh keadaan untuk belajar dari setiap orang yang Ia ciptakan. Sang Pencipta menjadi hamba dari ciptaan-Nya. Dia yang tidak berdosa harus tunduk kepada orang yang berdosa. Dia yang menciptakan pohon dituntut belajar tentang seluk beluk pertukangan kayu dari manusia biasa. Yang luar biasa, Yesus melakukannya dengan kerendahan hati dan taat, bahkan taat hingga mati di kayu salib. Jika Tuhan yang berkuasa merendahkan diri-Nya, bukankah kita harus terlebih lagi merendahkan diri kita dan belajar taat melakukan apa yang Ia ajarkan?

Baca Selengkapnya.

YOU MIGHT ALSO LIKE

0 comments:

Posting Komentar