Artikel kali ini saya ambil dari Konsultasi Theologi pada Tabloid Reformata Online. Ya ada seorang sahabat (Porni) yang bertanya tentang bisnis MLM, Asuransi dan pinjaman uang. Dan berikut kutipan jawaban dari Bapak Pdt. Bigman Sirait:
Yang pertama soal MLM dengan tawaran yang menggiurkan. Saya pikir ini bukan soal MLM atau bukan MLM, melainkan soal sebuah penawaran kerja yang menjanjikan hasil yang besar. Adalah bijak untuk berhati-hati terhadap berbagai tawaran yang ekstra mengiurkan. Karena memang betul, mendapatkan keuntungan yang besar dalam waktu yang singkat bukanlah hal yang sederhana. Untuk itu saudara perlu menalar logika penawaran yang disampaikan. Produk apa yang ditawarkan, sistem apa yang diberlakukan, bagaimana dengan marketnya, dan kemungkinan untuk menciptakan transaksi. Perhatikan juga bonaviditas perusahaan yang menawarkan. Dan, yang tak kalah penting adalah ketentuan untuk bergabungnya. Karena bisa saja, apa yang saudara sebut sebagai MLM ternyata sebuah money game. Jadi harus jeli. Sudah banyak orang tertipu.
Jadi hati-hati jika diminta untuk menginvestasikan sejumlah uang. Bagimanapun juga, jika ada sebuah usaha yang bisa dengan mudah mendapatkan keuntungan besar, maka sulit membayangkan itu ditawarkan kepada umum. Jika memang betul mudah dan sangat menguntungkan pasti digarap sendiri. Sementara realita akan kebutuhan kita memang fakta yang tak terbantah, tapi juga bukan berarti cukup untuk menjadi alasan untuk segera mengiyakan. Karena jika itu suatu tawaran yang menjebak maka Saudara akan mengalami persoalan yang lebih parah. Ada sebuah slogan yang mengatakan “teliti sebelum membeli”, maka saudara juga harus menganalisis dengan seksama sebelum membuat keputusan. Alkitab juga mengajarkan pada kita azas kehati-hatian, seperti hati-hati terhadap perangkap ajaran sesat, dan yang lainnya.
Lalu soal asuransi. Seperti yang Saudara katakan, ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan, karena itu asuransi adalah sesuatu yang perlu. Tetapi Saudara juga menjadi takut karena hal itu bisa jadi seperti sebuah jaminan yang membuat kita tidak lagi terlalu menaruh harapan kepada Tuhan.
Porni yang dikasihi Tuhan, jika memang kita memang tak beriman teguh kepada Tuhan, maka pendapat saya, hal apa pun akan menjadi bumerang. Jadi ini bukan soal asuransi. Bagaimana dengan tabungan atau deposito? Atau lebih ekstrim lagi, gaji tetap yang diterima setiap bulan, apalagi jumlahnya besar, pasti bisa menciptakan comfort zone bukan? Apakah karena bisa membuat kita terjebak kenyamanan lalu kita tak usah menerima gaji? Atau jangan mau gaji besar, cukup kecil saja agar bergantung kepada Tuhan? Tidak ada korelasi langsung dalam soal ini. Tetapi ini soal bagaimana sikap Saudara terhadap materi. Uang bukan persoalan, tetapi mencintai uang itu yang persoalan. Artinya, jika uang Saudara pakai sebagai alat, maka itu akan menjadi berkat bagi sesama. Namun jika uang menjadi penjamin hidup, itu sama saja dengan menuhankan uang, dan kita menjadi budak uang. Sikap terhadap uang itulah pointnya.
Ada banyak tokoh di Alkitab Perjanjian Lama (PL) seperti Abraham, Yusuf atau Daud yang menjadi raja. Atau di dalam Perjanjian Baru (PB), seperti Yusuf Arimatea yang memilki banyak properti, Kornelius yang kepala pasukan, atau Zakeus. Begitu pula banyak yang miskin, seperti janda miskin baik di PL maupun PB. Tak ada masalah dengan kekayaan atau kemiskinan, yang masalah adalah sikap mereka. Ayub berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil”, dan Alkitab mencatat bahwa Ayub tidak bersalah atas ucapan itu. Yang kita sorot di sini adalah kemerdekaan Ayub atas harta bendanya yang banyak. Ada dinikmati, tidak ada tidak disesali.
Jadi sekali lagi Porni yang dikasihi Tuhan, bukan soal asuransi atau tabungan, melainkan sikap kita terhadap semuanya. Asuransi itu penting sebagai back up pada realita hidup yang tak menentu, tetapi bukan jaminan atas hidup masa depan kita. Asuransi atau deposito bukan dosa. Yang dosa adalah jika menjadikan semua itu jaminan hidup, atau masa depan. Penjamin hidup kita adalah Tuhan. Tetapi kita harus tertib dalam menjalani kehidupan ini. Simpan mana yang perlu, namun jangan segan membagikan pada yang memerlukan. Ini adalah seni kehidupan tertib.
Selengkapnya bisa baca di web Reformata.
0 comments:
Posting Komentar